Is Helianti’s Weblog

berbagi ilmu, berbagi semangat, berbagi dunia

Catatan empat tahun menjadi peneliti di BPPT

Posted by ishelianti on December 13, 2007

Catatan empat tahun menjadi peneliti di BPPT

Malam ini, ketika sedang membereskan berkas-berkas penting mata saya tertumbuk pada sebuah SK. SK CPNS saya 4 tahun lalu, tertanggal 1 Desember 2003. Tidak ada yang istimewa dengan SK tersebut. Semua PNS di instansi pemerintah pasti memilikinya, dan menyimpan dokumen penting tersebut dengan cermat karena sangat ”keramat”. Kenaikan pangkat bisa jadi mandek kalau kita kehilangan SK ini.

Tapi saya tak hendak membicarakan tentang dokumen tersebut. Hanya ketika saya melihat SK ini, benak saya mengajak untuk sekedar tak memandangi kertas tersebut dan menyimpannya baik-baik di map dokumen penting. Rasanya saya ingin berkontemplasi tentang perjalanan menjadi seorang peneliti selama 4 tahun di tanah air. Hmm, mungkin bukan peneliti, karena secara legalitas formal, saya memang belum berhak menyandang profesi itu. Aplikasi peneliti saya masih macet di tengah jalan. Tetapi, terus terang, saya lebih senang menamakan pekerjaan saya peneliti daripada PNS. Mungkin saya terbawa arus pandang masyarakat yang memandang minor pada pekerjaan PNS. Pekerja nyantai bukan pekerja keras, dan layak saja mendapat pendapatan di bawah standar hidup cukup karena tidak profesional. Well, jadi ijinkan saya tetap memakai peneliti. Biar lebih keren sehingga saya lebih bersemangat berkontemplasi J.

Saya teringat, saya begitu bersyukur ketika akhirnya saya dapat diterima menjadi CPNS di BPPT. Wanita, menikah, usia pas 33 tahun dengan satu anak batita mendapat kerja di negeri yang mempunyai angka pengangguran tinggi ini, saya merasa tentu saja patut bersyukur. Banyak yang bilang saya pesimistis dan under estimate dengan kemampuan pribadi. Waktu itu saya sudah doktor lulusan LN hampir 3 tahun sebelumnya, dan pengalaman posdok pun ada. Mengapa merasa begitu tak berdaya dan mau melamar di institusi pemerintah? Dan mengapa pula demikian bersyukurnya hanya karena diterima di LPND seperti BPPT? Namun, ketika itu saya telah merasakan begitu susah mendapat peluang untuk mengaktualisasi diri dengan status tetap dan jelas. Riwayat pendidikan S1 sampai S3 di Jepang tanpa cantolan almamater dalam negeri, walaupun terlihat keren, tetapi ternyata sangat susah untuk menjadi modal mendapatkan pekerjaan akademisi tetap di tanah air. Ada tawaran di institut negeri terkenal Bandung, tetapi akhirnya saya batalkan, karena saya prediksikan tidak akan optimal mengelola dua rumah tangga yang berjauhan (waktu itu belum ada tol Cipularang). Menanyakan peluang menjadi akademisi universitas negeri terkenal di Depok, tetapi jawabannya seragam di setiap jurusan. Kami perlu pengajar qualified tetapi tidak bisa memberi gaji yang pantas. Bisa jadi basa-basi, bisa jadi memang begitu realitanya. Melamar di beberapa PTS, dibilang jurusan yang berkaitan dengan bidang saya sepi mahasiswa dan mungkin sebentar lagi akan ditutup, jadi tak perlu pengajar baru.

Jadilah, saya mengisi waktu saya dengan menjadi dosen tamu di beberapa mata kuliah di sebuah universitas negeri di mana teman sewaktu Jepang menjadi penanggung jawab mata kuliah tersebut. Saya juga berusaha tetap membaca dan menulis, seperti kegiatan yang saya lakukan ketika sekolah di Jepang. Juga menulis buku teks sekolah. Tetapi ada satu hal yang terus saya kangeni. Suasana laboratorium dan eksperimen! Sepertinya, saya bukan tipe orang yang bisa jadi pintar hanya dengan membaca teks book. Saya perlu penghayatan apa yang saya baca di literatur dengan memegang mikropipet dan menguji coba! Karena itu, sangatlah wajar, ketika saya diterima menjadi CPNS BPPT, syukur saya tidak terhingga pada Yang Maha Pendengar dan Pengabul doa.

Kini, tak terasa sudah empat tahun saya menjadi peneliti di BPPT. Pasang surut semangat banyak saya rasakan. Ketika sedang pasang semangat, ini terus menggugah saya untuk terus konsisten menjadi peneliti (berstatus PNS) di negeri ini. Walau gaji yang diterima jauh di bawah jika dibandingkan dengan sewaktu posdok, ataupun honor mengajar empat kali di program ekstensi! Meskipun begitu banyak kenyataan yang kadang membentur nurani.Saya senang dan gembira, ternyata BPPT tak ”semiskin” yang saya kira. Dan saya bisa melakukan penelitian, pekerjaan keren dan kaya manfaat, seperti halnya ketika di Jepang! Peralatan lumayan, bahan kimia yang serba mahal pun tersedia. Tinggal kemauan kerja. Maaf saja. Dulu sebelum pulang saya sempat begitu under estimate dengan kondisi penelitian di tanah air. Tak terbayangkan bahwa LPND Indonesia punya mikropipet dan enzim restriksi! Bahkan pada Sensei, sebelum pamit pulang ke tanah air, saya sempat minta didoakan agar saya tak berkhianat dengan memilih bekerja sebagai penerjemah bahasa Jepang saking hopelessnya. Saya menyenangi pekerjaan ini. Ini dunia saya. Ini sebagian dari hidup saya. Saya belajar banyak di bidang pekerjaan ini dan merasa terus ter update. Saya senang dengan sensasi harap-harap cemas ketika menunggu hasil eksperimen. Satu? Atau Nolkah? Ketika hasil Nol tentu kecewa, tetapi harapan agar eksperimen berhasil tetap ada. Saya menikmati ketika menemukan info baru dari paper dan berdiskusi dengan teman-teman. Saya terlarut dalam proses menulis dan banyak belajar dari kegagalan. Saya putuskan untuk tak peduli gaji. Bukan tidak butuh. Tetapi karena memikirkannya akan mengganggu kenikmatan kerja. Dan berharap dapat terus belajar dan belajar. Kadang, terselip bangga bekerja di institusi yang mempunyai banyak master, doktor, dan APU. Merasa keren pula mempunyai teman-teman yang pandai berbilingual.

Tetapi kebanggan ini kadang menjadi kegalauan yang menyayat, karena ternyata bertambahnya jumlah master dan doktor di tanah air khususnya BPPT tak berbanding lurus dengan meningkatnya kemauan bekerja, membaiknya sistem, meningkatnya pemanfaatan hasil penelitian di masyarakat, juga kesejahteraan. Saya tak hendak diskusi hal kompleks yang serupa lingkaran setan ini di sini. Hanya terkadang, memang realitas menyebalkan seperti sistem, ketidakkonsistenan kebijakan, ketidakjelasan masa depan karir dan lain-lain, membuat semangat saya surut dan bete. Kalau sedang bete, rasanya saya ingin bolos dari kerja selama sebulan. Bermain dengan anak atau menulis novelJ.Tetapi biasanya, sehari tidak kerja saja, saya merasa useless. Kalau sedang bete ingin rasanya saya ambil posdok sepuluh tahun di Jepang sana dan melongok lab ketika pulang kampung sajaJ.

Tidak terasa. Empat tahun. Apa yang sudah saya lakukan dalam pekerjaan ini? Bolak-balik lab, dengan rutinitas robot? Sekedar memenuhi absen dan untuk itu dapat uang makan dan terlihat rajin di mata atasan, dan merasa sudah bekerja? Apakah saya akan tetap dapat bertahan jika ada kondisi yang memaksa saya “mental”? Sejujurnya, saya merasa tidak punya kelebihan apa-apa dalam hal amal sholeh di mata Allah. Karena itu, saya selalu, ingin pekerjaan menjadi penelitilah menjadi amal shaleh yang khas saya di hadapanNya, yang bisa secara signifikan memberatkan timbangan amal ibadah saya di yaumul hisab. Inilah motivasi terdalam saya, dan bahan bakar semangat saya ketika semangat itu hampir padam. Saya ingin, tanpa bermaksud mengatakannya dengan gaya bahasa bersayap. Berbuat yang berarti lewat riset untuk orang-orang yang saya cintai, orang-orang yang saya hormati, untuk tanah air yang di atasnya saya tumbuh besar dan mengerti makna berbakti, juga untuk (penghuni mayoritas negeri ini) orang-orang kecil dan susah yang telah sudi berbagi anggaran dari negara -yang mungkin sebenarnya mereka perlukan untuk meningkatkan kesejahteraan- untuk riset. Saya ingin, ketika anak saya dewasa, saya tetap bangga dan senang dengan pekerjaan saya sebagai peneliti dan membuatnya bangga karena mempunyai seorang ibu seperti saya. Dan pada saat itu, Here I am, dengan isi kontemplasi yang mungkin lebih dalam dan lebih bermanfaat daripada kontemplasi 4 tahun ini.

(Is Helianti, PNS, golongan III/c)

24 Responses to “Catatan empat tahun menjadi peneliti di BPPT”

  1. Crater said

    Wow…Mba (panggil mba tidak apa2 kan?), menjadi peneliti, menurut saya hebat.

    Bagaimana rasanya Mba? “reward” apa yang mba rasakan dengan menjadi peneliti?
    Bulan-bulan ini saya memikirkan tentang menjadi peneliti. Saya lulus tahun lalu dari jurusan food science (s1), dan sekarang rasanya ingin melangkah jadi peneliti.

    Saya ingin bertanya bagaimana cara Mba dulu mempelajari hal-hal baru? karena yang sedang yang saya pelajari sekarang bikin megap2 dan tidak percaya diri (dna bakteri, itu bidang mba kan ya?)

    Terimakasih sebelumnya. semoga semakin sukses.

  2. ishelianti said

    Terima kasih…
    Jadi peneliti enak kok… Reward materi memang gak banyak. Tapi kepuasan jiwa dan intelektual
    kalau kita proaktif rasanya lebih dari materi deh..
    Peneliti bisa jadi kayak panggilan jiwa kali ya..?hehe…
    hal-hal baru kalau kita pelajari dengan rasa keingintahuan kayaknya biar susah tapi nikmat.
    Tapi kalu kita belajar dengan tekanan….Hm..memang rada2 bete..:-)
    Jadi saya selalu berusaha belajar hal-hal baru dengan semangat curious.
    Kayak baca novel detektif gitu. Setelah ini, ada apa lagi ya?
    Semoga membantu dan tetap semangat ya..?

  3. ichfan said

    haloo mba,,,

    smangat ya jd peneliti ….

    aq mau nanya donk gaji pertama mba di BPPT, n skr gaji awal BPPT berapa, kerjanya enak gak ??? 🙂

    aq nanya gtu coz aq diminta gabung ke BPPT kemaren ini, tapi aq masih ragu n bingung trima atau gak

  4. ishelianti said

    halo juga Ichfan..

    alhamdulillah, masih semangat..:-)
    walau kadarnya kadang naik, kadang turun.
    namanya periset juga manusia..:-)

    gaji pertama saya? wow. seingat saya 1.2 juta kayaknya ya?
    cuma beda 50 ribuan dengan yang III a waktu itu.
    kalau sekarang? hmm..kayaknya sama dengan pns pada umumnya
    kali ya? kecuali PNS depkeu yang dapat remunerasi kali, ya?

    tentang kerjanya..benar-benar tergantung kita kali ya?
    kalau tanya saya, ya senanglah saya dengan kerjaan saya
    sekarang. kalau kita ingin maju dan meningkatkan kapasitas diri
    (bukan gaji ya, jangan berharap banyak yang ini mah..:-)
    pekerjaan penelitian memberikan hal tersebut. asal kita rajin
    dan mau belajar.

    mudah-mudahan kalau Ichfan jadi bergabung dengan BPPT kelak,
    sistem yang ada sudah memadai dan fair, sehingga semuanya
    punya jenjang karir yang jelas dan fair juga reward yang sesuai.

    tetap semangat, ya!

  5. joko said

    hallo mbak Is,
    salam kenal dari dinding sebelah (soalnya kita sama2 di satu atap nih). Memang suatu keputusan yang sangat besar untuk kembali mengabdi ke kampung halaman. Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki negeri ini, siapa tahu dengan 1000 orang seperti mbak Is, negeri kita bisa sedikit terangkat namanya di percaturan internasional. Lab-nya yang baru di TAB khan? Saya temannya mbak Ira dari BTL. Mungkin kapan-kapan kita bisa diskusi di darat tentang dunia penelitian.
    sukses selalu

  6. ishelianti said

    halo juga pak joko.
    terima kasih telah datang berkunjung.
    benar pak, sekarang kami menempati lab yang baru
    (LAPTIAB)
    mudah-mudahan harapan kita akan negara kita dapat
    menjadi kenyataan, ya Pak.

  7. wiwid said

    salam kenal mbak..

    saya sebenarnya tertarik juga dengan penelitian. di pekerjaan saya yang sekarang, sedikit banyak melakukan penelitian juga, tapi masalahnya statusnya hanya kontrak. orang-orang terdekat saya mendorong untuk mengikuti tes pns yang akan ada bulan depan (di pemda –bukan departemen– karena saya harus mengikuti suami yang juga pns pemda, tidak mungkin pindah ke luar kota). jika memikirkan masa depan (anak dll), memang jadi pns rasanya lebih “aman” daripada mempertahankan status “kutu loncat”, dari segi jam kerja maupun jaminan finansial (saya tinggal di kota yang penghasilan pns-nya masih lebih besar daripada penghasilan rata-rata karyawan swasta berpendidikan S1). tapi saya masih belum siap menghadapi “rutinitas”, seragam, dan lain2. selama ini saya merasa “suami pns, its ok, but not for me”.
    dan saya akan jauuuuuh dari suasana “seru” penelitian…
    ya.. belum tentu keterima juga sih jadi pns nanti kalo ndaftar. tapi apa salahnya berandai-andai sebelum melangkah. gimana pendapat mbak? thanks…

  8. ishelianti said

    salam kenal kembali mbak wiwid,
    hmmm..memang dilematis ya…?..
    sebenarnya LPND Iptek juga membangun kemitraan dengan pemda loo,
    dengan yang dulu namanya Iptekda.
    jadi kita punya paket teknologi yang kita tawarkan ke pemda sekaligus UMKM daerah yang berkepentingan..
    program ini menurut saya bagus sekali untuk diseminasi
    iptek sekaligus pemberdayaan iptek di daerah.
    sayangnya banyak juga yang berhenti hanya sekedar jadi
    proyek Iptekda. kelanjutannya tidak jelas…

    mungkin mbak wiwid kalau memang memilih PNS di pemda,
    bisa jadi mata rantai pemanfaatan iptek di daerah…
    gimana..?
    kan jadi terakomodasi semuanya?
    btw,
    semoga dipilihkan ang terbaik…

  9. Doti said

    Salam kenal Mbak Is!

    Terima kasih ya Mbak! Jadi tahu cerita ‘orang dalam’ sebelum daftar ke BPPT. Saya pengen banget jadi peneliti, apalagi atas nama negeri ini. Tapi yang terbersit (dan yang bikin ragu) selalu saja tentang materi. Padahal kepuasan batin nomer satu ya Mbak?

  10. tyas said

    Mau tanya’ Bu..
    bagaimana dengan waktu kerjanya
    apa memang flexible?,
    kok saya pernah baca dari blog pegawai bppt yang lain juga,
    selain bekerja di bppt
    ia bisa sambil mengajar di universitas swasta

    Bagaimana juga jenjang karir
    apakah memang sulit untuk mengurusnya
    apa saja syarat untuk dapat naik
    ke golongan yang lebih tinggi di bppt?
    jika ikut arus saja berapa lamakah kita akan naik golongan?

    jika pada saat pendaftaran
    yang dibutuhkan adalah formasi s1
    sedangkan saya sudah s2
    apakah ketika sudah diterima dengan ijazah s1
    bisa tetap diajukan untuk meningkatkan kredit/ golongan?
    kira – kira lama tidak proses mengurusnya?

    oh iya bppt cabangnya ada dimana saja yah Bu?
    karena saya ingin menjadi pns yang bisa pindah – pindah
    ikut calon suami yang bekerjanya juga pindah – pindah

    maaf jika terlalu banyak bertanya
    dari saya yang berminat menjadi pns

    terimakasih banyak

    tyas

  11. Untung Suwahyono said

    Hallo kawan, ah kau ini membuat hatiku jadi trenyuh. Aku baca terus sampai ujung bawah. Aku salut kalau sampeyan sudah punya prinsip seperti itu. Gaji PNS di negeri ini memang kecil, tidak cukup menurut ukuran manusia seperti kita-kita. Tapi percayalah bahwa Tuhan yang akan mencukupkannya, itu pasti. Karena janji Tuhan adalah pasti. Hanya kita manusia yang suka mencla-mencle. Yang penting kita istiqomah pada profesi, kita bekerja untuk siapa..?, ini yang kadang-kadang menjadi kita binggung. Tapi kalau kita bekerja dengan Iman, sebagai pengabdian, dan melayani total kepada Tuhan. Tangan Tuhan akan bekerja siang dan malam membimbing kita, mensejahterkan kita dan keluarga, dan….. semua…semua. Percayalah.

  12. andik said

    Bagi orang yang mempunyai “jiwa peneliti”, proses penelitian adalah candu untuk memenuhi rasa ingin tahu, rasa menemukan hal baru, dan penemuan jawaban atas permasalahan. Uang bukan semata-mata tujuan, tapi mencari penawar akan “kerinduan penelitian” adalah lebih dari itu. Saya salud,…
    Salam kenal mbak/ibu Ishelianti.

  13. anto said

    Mau tahu kunci supaya kerasan bekerja?
    1. Usahakan kerja pada bidang yang kita kuasai dan kita senangi!
    2. Bekerja pada sektor yang yang disetujui an mendapat dukungan atasan
    3.Ciptakan jaringan yang optimal
    4.Sebaiknya tidak bekerja sendiri (kecuali untuk pekerjaan lab)
    5.Buat rencana kerja dan tepat waktu
    6.Usahakan menyusun flow chart pekerjaan , framework of thinking dan outline yang terfokus
    7.Pikirkan bahwa ini akan bermanfaat dikemudian hari
    8.Siapa tahu ada sumberdana yang menghampiri!, he..he..he

  14. Syaefudin said

    assalamu ‘alaikum…
    Bu Iis [bener gak nih manggilny hehehe..], tertarik dengan cerita Ibu. Boleh saya copas ya? [udah mau koq hehehe…]

    Thanks 🙂

  15. Mr. Strong said

    nimbrung ya…………saya jadi teringat ketika para peneliti Indonesia pada lari ke luar negeri. barangkalai gaji dan remunerasi yang kecil ya. keikhlasan adalah kunci membangun negeri.

    • dafi said

      Selamat sore mbak.
      Saya baru aja lulus cpns BPPT di Serpong bagian TIRBR TA 2012. Saya masih kurang percaya diri dan takut tidak bisa memberi yang terbaik karena saya alumni dari PTN daerah yang kalah jauh dari UI ITB dan UGM. Apa saran mbak untuk saya?thx

  16. putro said

    ass….. mbak is 😀 salam kenal…. wah, hebat nih… sayang saya dah telat daftar bppt.. (walaupun lom tentu jebol hehe) … mbak is saya mau tanya nih,,, bppt tu pembukaan lowonganya setahun sekali pa?? soalnya saya tadi mau submit eh… dah ditutup tiga hari yang lalu.. sayang banget mbak, pengenya sih bisa kerja di lembaga yang jauh dari urusan duit gitu.. hmmm… dan mau tanya juga nih…. apabila udah jadi pns di departmen lain, trus mengajukan pindah gitu boleh ga ya??

  17. X Peneliti/Perekayasa said

    cukup menarik pengalaman jd peneliti di lembaga litbangyasa krn keanehannya. saya blm tahu apakah ibu masuk jd pejabat peneliti atau tidak, krn berdasar pengamatan saya, mereka yg menjabat fungsional peneliti cenderung lbh fokus pd jabatan/AK drpd ke penelitian. sebaliknya mereka (peneliti) yg tanpa jabatan peneliti malah lbh serius dng kegiatannya spt motivasi yg dimiliki oleh ibu. dng tunjangan yg sdh cukup tinggi tdk akan membuat penelitian di litbangyasa menjadi maju krn motivasi sebag besar para penerima tunjangan tsb (pejabat fungsional) berbeda dng peneliti non jabatan yg justru tekun bekerja tanpa tunjangan peneliti. itulah dilema peneliti non jabatan di Indonesia, yg dibutuhkan tapi kurang dihargai.

  18. diany said

    pagi mba is, senang sekali membaca cerita mba, sgt menyenth dan menginspirasi u bekerja seikhlas mungkin.
    mba saya mw tanya dong, saat ini saya sedang ikut seleksi cpns bppt dan ujian tkbnya dalam minggu ini. apakah semua cpns bppt akan mendapat predikat/bekerja sbgai peneliti mba? sementara saya mungkin kurang dalam hal ini. di perusahaan saya dgn background Teknik INdustri pernh mengikuti pelatihan menjadi auditor internal di bidang mutu dan kecelakaaan kerja, apakah itu bisa menjadi modal buat saya bekerja di bppt?, mohon sharingnya mba, sehngga sy bisa semngat mengikuti seleksi cpns ni. terimakasih ^_^

  19. Arif said

    Terima kasih atas sharingnya, Bu.. saya saat ini sedang ikutan tes cpns BPPT, sudah tahap akhir, kabarnya pengumumannya besok (24 Des 2013).

    terus terang, sampai sekarang masih bimbang antara memilih tetap di swasta dengan gaji yang sangat lumayan seperti sekarang (dengan pengalaman kerja 10 tahun).. atau pindah jadi pns dan bekerja sesuai bidang kuliah ( tentunya jika diterima), tapi mengulang kembali karir dari nol.

    membaca tulisan ibu di atas, menambah referensi saya untuk menentukan apakah tetap di sini atau pindah ke sana jika diterima nantinya..

  20. ishelianti said

    Teman2 yang baik, mohon maaf yang sebesar2nya baru sempat mereply komen2 tentang catatan saya di atas….saya amat jarang membuka secara detil word press ini, atau jika ada notifikasipun, rencana dibalas, tetapi sudah hanyut lagi oleh kesibukan…maafkan..saya jawab sekalian saja…BPPT secara pendapatan sekarang sudah lebih baik, karena ada remunerasi sebagai referensi golongan IVa, pengalaman 10 tahun, fungsional perekayasa madya, minimal 7.5 jt…tak usah tengok tempat lain..bagi saya ini sudah harus disyukuri kalau melongok yang lewat..:-D suasana kerja sangat tergantung pada motivasi internal dan kesungguhan kita..selama kita punya target tak tergoyahkan, saya kira di mana pun kita bisa bisa bertumbuh…semangat ya! jangan lupa minta petunjukNya juga untuk menentukan langkah kita…

    • Sandy said

      Mbak mau ikutan nimbrung. Saya baru-baru ini mendengar informasi yang mengatakan bahwa apabila seorang PNS (diangkat dengan SK Peneliti) menduduki jabatan fungsional Peneliti kemudian dia tidak dapat mengumpulkan angka kredit point maka PNS tersebut dipecat dari jabatan fungsional Peneliti dan dipecat pula status PNS-nya.
      Apakah benar demikian informasinya ?

  21. hendra said

    assalamu’alaikum

    Nama saya Hendra. Saya lulus mechanical enginering UNS tahun 2012, satu tahun lebih bekerja di sektor swasta asing, saya mendapat penghasilan yang lumayan. Tetapi saya tidak menemukan manfaat atau arti penting dari pekerjaan saya sebagai engineer. Yang saya rasakan hanyalah rasa bersalah karena telah mengabdi pada perusahaan bangsa lain yang sedang mengeruk kekayaan alam bangsa saya secara rakus yaitu bangsa indonesia. Saya merasa telah menghianati rakyat indonesia yang telah membayar pajak untuk subsidi dan beasiswa yang pernah saya terima saat menempuh pendidikan. Saya mengerjakan pekerjaan HALAL tapi saya merasa berdosa karena telah menjadi generasi penerus bangsa yang durhaka.
    Saya berdoa kepada ALLAH SWT agar diberika pekrjaan yang lebih bermanfaat tidak merusak dan tidak merugikan siapapun. ALLAH SWT mengabulkan doa saya, saya di terima di BPPT TA 2013. Saya amat sangat bersyukur seperti ibu ishelianti saat diterima di BPPT. Berapapun gajinya seminim apapun fasilitas penelitianya saya akan tetap berjuang demi kemajuan teknologi bangsa indonesia. Bangsa yang telah memberikan hak pendidikan yang layak kepada saya.
    Saya sangat setuju dengan kalimat ibu, ”saya selalu, ingin pekerjaan menjadi penelitilah menjadi amal shaleh yang khas saya di hadapanNya, yang bisa secara signifikan memberatkan timbangan amal ibadah saya di yaumul hisab”. Semoga saya dapat mensyukuri nikmat pekerjaan baru saya sebagai peneliti agar penghasilan yang saya peroleh lebih barokah AMIIN

  22. ITscientist said

    Nggak gampang lho mbak mempertahankan pemikiran itu, pemikiran khas peneliti. Salut saya dengan mbak.
    Saya juga suka meneliti, menghabiskan waktu untuk memerah otak. Sungguh berat rasanya, tapi sangat mengasyikan, bangga sendiri ketika dapat memecahkn persoalan. Dan sama2 mnyenangkannya dengan menerima gaji setiap bulan :). Semoga para peneliti di Indonesia dapat bangkit untuk mengejar ketertinggalan kita dengan negara tetangga.

Leave a reply to wiwid Cancel reply