Is Helianti’s Weblog

berbagi ilmu, berbagi semangat, berbagi dunia

Perang Terhadap Produk Rekayasa Genetika, Haruskah?

Posted by ishelianti on November 9, 2007

Sumber: Kompas Minggu, 26 Agustus 2001

Oleh: Is Helianti Perang terhadap Produk Rekayasa Genetika, Haruskah?

PRO dan kontra tentang produk transgenik atau produk hasil rekayasa genetika masih tetap hangat. Melihat perkembangan opini di surat kabar, mereka yang kontra terhadap produk hasil rekayasa genetikalah yang memenangkan opini publik. Paling tidak ini yang penulis amati dalam laporan berita atau opini di harian nasional seperti Kompas. Dari 30 artikel berbentuk laporan maupun opini yang muncul antara tahun 1999-2001 di Kompas, hanya tujuh buah yang bernuansa netral atau pro terhadap hasil produk rekayasa genetik. Selebihnya, sangat tendensius. Sebagian besar tulisan menyuarakan nuansa yang sama: produk rekayasa genetika berbahaya!

Teknologi rekayasa genetika sebenarnya bukanlah hasil orisinal para ilmuwan biotek. Dia hasil peniruan proses alamiah yang sudah ada seperti proses sintesis protein antibodi IgG dalam sel tubuh mamalia yang merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh dari serangan kuman penyakit. Beratus jenis antibodi IgG dalam tubuh mamalia dikodekan oleh berbagai gen DNA yang merupakan hasil potong dan tempel (rekombinasi) alamiah berbagai fragmen DNA di dalam sel.

Proses transfer gen antar-kingdom seperti bakteri Agrobacterium tumefaciens ke dalam sel inangnya sudah terjadi sejak dulu tanpa campur tangan manusia. Proses inilah yang mengilhami rekayasa genetika tanaman, dengan memanfaatkan plasmid Agrobacterium sebagai pembawa gen dari sifat yang ingin dicangkokkan pada suatu tanaman.

Teknologi rekayasa genetika dalam bentuk yang lebih konservatif juga kita temui dalam proses perkawinan silang untuk mendapatkan bibit unggul. Proses ini memakan waktu lama serta terikutnya sifat yang tak dinginkan dari tanaman penyilang. Sedangkan dalam rekayasa genetika modern, rekombinan dilakukan secara in vitro (di luar sel makhluk hidup), sehingga dimungkinkan mencangkok (kloning) hanya satu jenis gen yang diinginkan dalam waktu lebih cepat.

Seimbang

Terlepas dari motivasi ekonomi yang terkait dalam perang pro dan kontra produk rekayasa genetika, tampaknya kekhawatiran akan bahaya produk rekayasa genetika terhadap tubuh manusia inilah yang menjadi fokus utama. Apalagi jika produk tersebut makanan untuk manusia. Suatu kekawatiran yang wajar dan beralasan.

Sebagai contoh, di negara maju seperti Jepang, di mana masyarakat konsumennya terkenal sangat rewel, makanan produk rekayasa genetika memang kurang mendapat tempat. Padahal, genetic modified food (GMF) yang dilepas di pasaran Jepang telah mendapat pengujian dan evaluasi dari Departemen Pertanian dan Kehutanan Jepang secara transparan dan accountable. Para produsen juga diwajibkan memberi label, apakah mengandung produk rekayasa genetika atau tidak.

Akan tetapi, orang Jepang sama sekali tidak memasalahkan pemanfaatan produk rekayasa genetika dalam bidang lainnya. Ambil contoh saja pembudidayaan bunga tulip di Jepang menjadi berbagai jenis dan warna dengan teknologi ini. Demikian pula produk rekayasa genetika lainnya dalam bidang kedokteran, seperti produk hormon insulin atau interferon. Atau penggunaan enzim hasil rekayasa genetika selulase atau proteinase pada sabun cuci.

Di dalam sains memang selalu ada kemungkinan. Tak ada sesuatu yang absolut. Inilah yang tampaknya menjadi tembok antara orang awam dengan ilmuwan . Ilmuwan tidak bisa mengatakan sesuatu zat aman seratus persen. Ini tak hanya pada produk rekayasa genetika, tetapi juga produk alamiah lainnya.

Tomat alami misalnya, khususnya yang belum masak, mengandung zat tomatine yang berbahaya buat kesehatan, meskipun jumlahnya menurun bersamaan dengan masaknya tomat. Teh pun mengandung kafein yang juga merupakan zat berbahaya buat tubuh. Apakah lalu tomat dan teh berbahaya buat kesehatan? Juga, jika hanya dikatakan produk rekayasa genetika yang berbahaya, bagaimana dengan padi hasil persilangan?

Dari beberapa produk transgenik yang sudah dilepas di pasaran negara-negara maju, sepanjang penelitian ilmiah dengan teknologi dan pengamatan yang ada sekarang, tidak ada masalah dalam hal keamanan terhadap lingkungan ataupun tubuh manusia. Demikian kesimpulan Departemen Kesehatan Inggris dalam laporannya tahun 1999.

Sejak 20 tahun lalu teknologi ini dimanfaatkan hingga kini. Karena belum ada laporan ilmiah yang memaparkan efek negatif produk rekayasa genetika terhadap lingkungan maupun tubuh manusia, maka produk rekayasa genetika yang telah dievaluasi sesuai standar Jepang adalah aman. Ini kesimpulan Departemen Pertanian dan Kehutanan Jepang tahun lalu.

Kesimpulannya, perang antara yang pro dan kontra terhadap produk rekayasa genetika bisa dikatakan sebagai perang yang berdasarkan dugaan dan perasaan semata-mata. Sampai sekarang tak ada data ilmiah yang jelas-jelas mengatakan produk tersebut tidak aman. Wajar saja jika akan selalu ada pihak yang berseberangan terhadap produk rekayasa genetika berdasarkan perasaan mereka. Maka, informasi berimbang adalah hal penting untuk meluruskan ketimpangan opini yang ada.

Dampak ketimpangan opiniPerang antara pihak pro dan kontra ini sudah mulai di Eropa sejak tahun 1995, dan imbasnya sampai ke Tanah Air tiga tahun belakangan. Indonesia mau tak mau harus ikut arus globalisasi pangan, yang banyak merupakan produk impor, yang mungkin di antaranya adalah hasil rekayasa genetika.

Hanya, ada perbedaan antara perang di Indonesia dengan di negara-negara maju tersebut. Negara-negara maju tersebut telah menguasai teknologi rekayasa genetik ini, sehingga pihak yang kontra adalah pengontrol tangguh untuk membatasi penelitian agar sesuai etika sosial dan agama selain menjadi mitra-lawan yang memotivasi para peneliti biotek di sana untuk terus-menerus memperdalam dan mengevaluasi hasil penelitian mereka.

Di Indonesia, yang terjadi menangnya opini kontra dari pihak LSM ataupun lembaga konsumen yang secara tidak langsung akan menjadi kontra produktif terhadap penelitian keamanan produk itu sendiri.

Ketimpangan opini ini akan berpengaruh besar terhadap perkembangan sains dan teknologi di Tanah Air, khususnya bioteknologi, yang sudah banyak terhambat masalah dana. Opini yang berkembang dikhawatirkan akan mengurangi apresiasi masyarakat terpelajar terhadap penelitian ini, yang sebelumnya pun sudah rendah. Ini secara tidak langsung akan membuat penelitian bioteknologi, khususnya penelitian tentang pemuliaan tanaman atau pembudidayaan biomaterial seperti enzim melalui rekayasa genetika menjadi tidak bergairah dan stagnan.

Di dalam Agenda 21 Departemen Lingkungan Hidup Indonesia, disebutkan Indonesia masih sangat kekurangan SDM dalam bidang bioteknologi, apalagi rekayasa genetika. Perangsangan positif untuk menumbuhkan SDM bidang ini sangat diperlukan. Lihat saja, Indonesia kalah jauh dari India dan Thailand dalam hal partisipasi internasional dalam proyek penelitian genome padi IRGSP (International Rice Genome Sequence Project).

Bisa dibayangkan jika peningkatan jumlah SDM rekayasa genetik tersendat padahal kebutuhan akan hal itu sangat mendesak. Jadilah Indonesia sebagai negara yang konsumtif buta tanpa mampu memilah produk mana yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan ekosistem Indonesia. Jadilah Indonesia negara yang tidak produktif dalam produk rekayasa genetika. Dan yang lebih penting lagi, Indonesia tidak akan dapat menguasai teknologi ini padahal teknologi ini tak hanya melulu untuk pemuliaan bahan pangan.

Sudah saatnya para peneliti dan ilmuwan eksakta, khususnya bioteknologi, menunjukkan accountability-nya kepada publik. Memformulasikan pengetahuan dan penelitiannya dalam bahasa yang mudah dimengerti orang awam lewat artikel atau opini di media massa.

Inilah saatnya para peneliti turun dari menara gading. Sehingga peneliti bisa menjadikan sains dan teknologi lebih dekat dan lebih diapresiasi oleh masyarakat, melalui pemberitaan yang seimbang.

Is Helianti, peneliti post-doktoral pada Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST), dan juga peneliti ISTECS-Jepang bidang life science. Saat ini peneliti di BPPT.

2 Responses to “Perang Terhadap Produk Rekayasa Genetika, Haruskah?”

  1. santi said

    nice post..

  2. leni said

    Menurut saya rekayasa genetika tak masalah selama untungnya lebih banyak dari ruginya, namun alangkah baiknya kalau ada suatu lembaga dunia yang mengatur dan memberi standar etika dalam perekayasaan materi gen agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.

Leave a comment